Various Articel

05 February 2014

Mencicipi Air Dua Rasa di Labuan Cermin


Surga di ‘Hidung’ Kalimantan - Bagian I



Jika melihat Pulau Kalimantan, pulau terbesar di Indonesia ini diproyeksikan sebagai wajah manusia. Nah, kebetulan, sejak hari Senin (3/2) kemarin, saya dengan beberapa wartawan dari berbagai media mengunjungi ‘hidung’ Pulau Kalimantan, siapa sangka ada surga di ‘hidung’ Kalimantan, namanya Labuan Cermin..

Geafry Necolsen

ENTAH kebetulan atau memang disengaja, saya ditempatkan dalam satu mobil bersama teman-teman dari satu grup, yakni Kompas Gramedia. Ada Nurni Sulaiman dari The Jakarta Post, Slamet Widodo dari Kompas TV, Junaidi dari National Geographic Indonesia dan Hary Susilo dari Kompas.
Selain wartawan dari grup Kompas Gramedia, juga ada Yusuf Ahmad dari Reuters, Jasmine dari Berita Satu, Fiona Callaghan beserta kru MNC TV, ada juga ‘si tukang masak’ Farah Quin bersama kru Trans TV.

Kami berangkat menuju Kecamatan Biduk-biduk, Kabupaten Berau dari Tanjung Redeb sekitar pukul 22.00 WITA dengan mengunakan tujuh mobil. Perjalanan ditempuh dengan waktu enam jam, jadi kami tiba di Kecamatan Biduk-biduk pukul 04.00 dinihari.

Hari pertama setibanya kami di sana, kami berencana melihat hutan mangrove dan gunung karst di Si Gending, Teluk Sulaiman. Awalnya cuaca terlihat bersahabat, dengan menggunakan dua buah kapal kelotok, kami mencoba menuju Si Gending.
Namun di tengah jalan, tiba-tiba angin laut bertiup kencang, ombak menjadi tinggi dan kapal yang kami tumpangi terombang-ambing di tengah lautan. Khawatir cuaca semakin memburuk, kami memutuskan untuk kembali ke dermaga.
Batal melihat hutan mangrove dan gunung karst, kami pun memutuskan untuk melihat Danau Labuan Cermin yang lokasinya tidak jauh dari tempat kami menginap. Meski dikenal dengan sebutan ‘danau’ namun Labuan Cermin sebenarnya sebuah teluk, karena Labuan Cermin terbuka sehingga air laut menjorok ke darat.

Terlepas dari istilah danau atau teluk,  nama Labuan Cermin sudah sangat tepat, karena memang pada permukaan air danau begitu jernih, mirip dengan cermin sehingga kita bisa berkaca di air danau tersebut.  
Untuk menuju Labuan Cermin, kami harus menumpang kapal kelotok, meninggalkan jembatan yang juga berfungsi sebagai tempat menambatkan kapal. Kapal yang kami tumpangi langsung berhadapan dengan arus deras dari dalam karena bertepatan dengan air yang mulai surut. Setelah melewati jembatan baja, kami memasuki sebuah laguna yang tidak telalu dalam, hingga dasarnya terlihat dengan jelas.
Perjalan menuju Labuan Cermin tidak seberapa jauh, hanya sekitar 10 menit perjalanan. “Awas kepala!” seru operator kapal kelotok saat kami melintasi pipa sumber air bersih. 
Setibanya di sana, ada dermaga apung yang digunakan untuk menurunkan wisatawan sekaligus berfungsi sebagai ruang ganti pakaian dan duduk-duduk sebelum masuk kedalam air. Saya penasaran, ingin mencicipi air yang kata penduduk sekitar memiliki dua rasa.
Saya mencoba untuk mencelupkan tangan dan mengecapnya dengan lidah saya. “Rasanya seperti air tawar biasa,” kata saya.
"Di bawah om yang asin, kalau di atas biasa aja airnya," kata seorang anak yang rupanya memperhatikan saya saat mencicipi air Labuan Cermin. 

Tak ingin mengganggu kru Trans TV yang sedang mengambil gambar untuk program Celebrity on Vacation, saya memilih menunggu duduk-duduk daratan bersama Slamet Widodo dan Junaidi.

Saya sebenarnya tidak sabar menunggu pengambilan gambar selesai dan mecoba langsung rasa air Labuan Cermin. “Nanti dulu, di bawah masih ramai orang syuting,” kata wartawan Kompas TV yang akrab dipanggil Tom ini. 
Setelah menunggu sekitar 30 menit, sepertinya Tom lebih penasaran daripada saya, buktinya Tom lebih dulu mencelupkan tangannya ke Labuan Cermin. “Airnya segar,” kata Tom sambil terkekeh.
Ini memang menjadi salah satu keunikan lain dari Labuan cermin, memiliki 2 jenis air yang berbeda. Pada permukaan danau airnya tawar sedangkan di dasar danau airnya asin, namun kedua air tersebut tidak pernah bercampur. 
Air asinnya bisa dirasakan pada kedalaman sekitar 2 meter, namun ketebalan air tawar dan air asin di danau ini berubah-ubah tergantung dengan pasang surut air laut. Danau mungil ini tidak lebih luas dari lapangan bola, dikelilingi hutan dan ada tebing menjulang tinggi di salah satu sisinya.(bersambung) 

Episode berikutnya, Air Terjun Bidadari

4 Komentar | Kirim Komentar:

Post a Comment

Terimakasih kunjungannya, silakan tinggalkan komentar atau pesan anda setelah membaca artikel ini